Jika kita memandangi langit selatan, terdapatlah sebuah bintang bermagnitudo satu yang sangat indah, dikenal dengan nama ‘mulut ikan (selatan)’, yang berasal dari bahasa Arab; menggambarkan seekor ikan yang terbaring telentang meminum air yang dituangkan dari bejana Aquarius. Ikan yang terbaring itu dikenal sebagai rasi Piscis Austrinus, dan bintang cerlang pada mulut ikan tersebut dikenal sebagai Fomalhaut. Fomalhaut dikenal sebagai salah satu bintang yang paling cerlang pada belahan langit selatan.

Semenjak jaman kuno, Fomalhaut telah berperanan penting bagi para pengamat di seluruh dunia. Salah satu nama yang dikenal adalah ‘Bintang Penyendiri di Musim Gugur’, karena merupakan satu-satunya bintang dengan magnitudo satu di langit musim gugur pada lintang langit utara menengah. Bagi bangsa Persia, Fomalhaut adalah salah satu ‘bintang raja’, yaitu ‘Penjaga Utara’.


Bintang Fomalhaut, si mulut ikan. Kredit : solstation
Tidak hanya bagi nenek moyang kita, Fomalhaut masih berperanan bagi pengamatan astronomi, sampai saat ini. Memang ada apa dengan Fomalhaut di masa sekarang? Dengan jarak yang mencapai 7,7 parsek, (25 tahun cahaya, 1 tahun cahaya = 9.461×1012 km) jauhnya dari Tata Surya kita, tentulah masih cuup dekat untuk bisa diamati dan menjadi tempat uji bagi berbagai aktivitas astronomi yang didukung oleh peralatan astronomi modern.

Pada 13 November 2008 yang baru lalu, satu tim astronom mempergunakan Hubble Space Telescope mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan citra tampak dari suatu planet raksasa yang mengorbit Fomalhaut!. Planet yang baru ditemukan tersebut diberi nama Fomalhaut b.

Apakah yang ditemukan tersebut memang sebuah planet? Bagaimana mereka bisa yakin bahwa itu memang planet? Seperti apakah planet tersebut? Nah disinilah pekerjaan astronom yang sebenarnya dilakukan.

Fomalhaut adalah sebuah bintang deret utama, A3V, diperkirakan berukuran massa 2,3 kali ukuran massa Matahari, 1,7 kali diameter Matahari, 16 kali luminositas Matahari, lebih besar dan lebih panas dari Matahari, dengan umur sekitar 200-300 juta tahun, masih ada satu milyar tahun sebelum berubah menjadi raksasa merah atau variabel Cepheid dan akhirnya meniupkan semua lapisan luarnya dan meninggalkan inti dalam sebagai katai putih. Memang Fomalhaut itu tidaklah serupa dengan Matahari, tetapi, lebih baik kita kembali dulu pada tahun 1983, ketika sebuah satelit NASA, IRAS (Infra Red Astronomy Satellite) mengamati langit.

Ketika mengamati, IRAS mendapatkan adanya radiasi merah-infra berlebih dari Fomalhaut, jauh lebih banyak dari yang diperkirakan dari bulir-bulir debu antar bintang yang seharusnya didapatkan dari bintang tipe awal yang muda. Radiasi tersebut berasal dari piringan materi besar berdiameter mencapai 370 AU (lebih dari lima kali ukuran Tata Surya kita) yang menyelubungi bintang tersebut. Piringan tersebut diperkirakan berasal dari partikel debu es yang mengalami pemanasan oleh bintang. Secara sederhana, jika Tata Surya kita pada keadaan awalnya diperkirakan seperti pada gambaran tersebut, maka ada kemungkinan ada planet di Fomalhaut, maka pencarian planet pun di mulai di Fomalhaut.

Pada tahun 2005, peralatan coronograph pada Kamera Resolusi Tinggi di Sistem Survei Kamera Canggih Hubble memproduksi cittra-tampak yang jelas tentang adanya sabuk debu besar menyelubungi Fomalhaut. Jelas terlihat bahwa struktur Fomalhaut merupakan cincin debu sistem proto-planet yang mencapai 21,5 milyar mil sepanjang tepi dalam yang jelas.


Serpihan cincin pembentuk planet Fomahault. Kredit : Hubble
Menurut astronom yang mempergunakan Hubble, Paul Kalas (dari Universitas California, Berkeley), beserta tim-nya, cincin tersebut merupakan akibat modifikasi gravitasi dari suatu planet yang terletak antara bintang dan tepi dalam cincin tersebut. Maka proses kerja keras yang panjang untuk membuktikan keberadaan suatu planet tersebut dimulai.

Dari pengamatan Coronagraphic mempergunakan HST (Hubble Space Telescope) pada tahun 2004 menghasilkan citra optis pertama dari sistem sabuk debu Fomalhaut dan mendeteksi sejumlah sumber redup di dekat Fomalhaut. Apakah memang sumber redup tersebut merupakan anggota dari Fomalhaut, maka harus dilakukan pengamatan gerak diri, mempergunakan teleskop Keck II 10 m di tahun 2005, dan HST di 2006. Dan pada bulan Mei 2008, analisa data menyeluruh menunjukkan bahwa ada satu obyek nyata ber-asosiasi dengan Fomalhaut dan menunjukkan adanya gerak orbit. Obyek redup tersebut berada pada bagian redup dari sabuk dan teramati karena cahaya bintang yang terhamburkan oleh bulir-bulir debu (bukan oleh cahayanya sendiri). Dengan demikian, benda tersebut berada pada bidang langit dengan urutan (Bumi–Fomalhaut–Fomalhaut b membentuk sudut 126°), pada ~51° melewati konjungsi dan mengorbit berlawanan arah jarum jam.

Tidak hanya berdasar pengamatan, model teori juga diterapkan untuk memodelkan interaksi planet- sabuk. Untuk memodelkan massa, para astronom membatasi masa obyek dengan memodelkan pengaruh gravitasi pada sabuk debu, sesuai dengan perilaku sabuk berdasarkan citra cahaya yang tersebar dari pengamatan HST. Model mengasumsikan hanya obyek tersebutlah yang menentukan bagaimana sabuk tersebut terbentuk sesuai pengamatan. Dari model tersebut mereka mendapatkan bahwa massa obyek itu mencapai 3 kali massa jupiter dan paling kecil seukuran massa Neptunus.

Kerja keras telah dilakukan untuk memastikan bahwa yang tampak terlihat di Fomalhaut tersebut memang itu adalah (sangat dimungkinkan) sebuah planet yang mengorbit Fomalhaut, dan diberi nama Fomalhaut b, sebagai kandidat exoplanet yang tampak visual untuk pertama kalinya. Terletak pada bidang sabuk, berjarak 119 AU dari bintang, dan 18 AU di dalam sabuk debu. Pengamatan HST selama selang 1,73 tahun memperlihatkan gerak berlawanan arah jarum jam. Dan bermassa mencapai tiga kali massa Jupiter, karena jika lebih, gravitasinya akan mempengaruhi sistem sabuk. Akan tetapi, Fomalhaut b masih satu milyar kali lebih redup daripada bintangnya.

Sebelum adanya penemuan planet ini, astronom mencari keberadaan planet berdasarkan adanya ‘gangguan’ kecil gravitasi di sekitar bintang, atau menunggu adanya ‘kedipan’ kecil ketika ada planet melintas di depan bintang. Dan metode tersebut telah berhasil mengidentifikasikan adanya planet-planet di luar Matahari yang telah mencapai 300 buah teridentifikasi, tetapi astronom masih terus mencoba mendapatkan adanya gambar tampak keberadaan planet di suatu bintang yang lain. Sampai kemudian adanya penemuan di Fomalhaut ini.

Terlepas dari Fomalhaut sebagai bintang akan berumur lebih pendek dibanding Matahari kita, yang berarti kecil kemungkinan akan adanya kehidupan yang maju atau satu dunia yang bisa ditinggali dapat ditemukan, tetapi penemuan ini telah membuka babakan baru pada pencarian planet-planet di luar Matahari. Jika dengan teknologi yang ada sekarang saja bisa mengamati planet yang satu milyar kali lebih redup dari pada bintangnya, maka seiring dengan perkembangan teknologi, bisa memberikan penemuan-penemuan baru, bahkan mungkin planet-planet serupa Bumi di bintang-bintang lain.
Mungkin sejenak kita harus menunggu sampai 2013, ketika NASA akan mengirimkan James Webb Space Telescope untuk membuka mata kita lebih lebar lain tentang rahasia alam semesta yang belum terkuak.